Hidup itu indah, indah itu saat dimana kita menemukan CINTA SEJATI

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kepala Botak, Pertama Kali Cukur Kumis



Minggu, 22 September 2013

Indonesia Now, acara yang aku dan teman-teman tunggu. Kami sampai begadang menantikan acara Indonesia Now. Nonton bareng dikosan teman, bener-bener seru. Ngobrol ngalor ngidul nggak terasa sudah hampir jam 2 dini hari. Channel televisi dipindah ke channel MetroTV. Ya... Indonesia Now. Hhaahaaa.. bahasa inggris cepet banget. Untung ada salah satu temen yang merekam. Jadi bisa diputar berulang-ulang untuk mencermati isi berita. Setelah itu kami berdiskusi, membahas tentang berita Indonesia Now itu. Aku tulis essai pakai bahasa inggris sesuai dengan permintaan panitia ospek.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Membuat Perlengkapan Buat Ospek



Sabtu, 21 September 2013

Bener-bener belum bisa tenang kalau persiapan buat ospek hari senin belum selesai semua. Pagi-pagi bangun tidur langsung  ngelanjutin nulis biodata temen-temen. Asal ada waktu, tidak mau sia-sia buat nyicil persiapan ospek.
Ngumpul sama temen-temen lagi di BDK untuk diskusi dan menyelesaikan persiapan buat ospek. Momen yang seharusnya dimanfaatin buat mengerjakan tugas kelompok dan mendiskusikan yang belum jelas, malah sebagian ada yang nulis-nulis biodata atau sibuk dengan urusan pribadinya. Maklum saja, temen-temen juga pasti ngrasain apa yang aku tasain. Aku ggak tahu harus ngerjain tugas individu atau tugas kelompok. Aku coba desain topi yang dari map plastik warna biru. Langsung jadi, tapi kurang bagus. Temen-temen

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ngumpul Menjelang Ospek STAN



Jumat, 20 September 2013

Dear Diary,
Hari ini aku ada acara kumpul untuk membahas tentang ospek yang akan dimulai hari Senin besok. Dari kos aku berangkat berdua bareng sama teman satu kamar kos-ku. Satia Maulana. Dia teman yang baik. Banyak kesamaannya denganku. Sama-sama suka main PS, sama-sama suka main bola dan futsal, juga punya tim sepakbola favorit yang sama. Arsenal.
Sebelum ke BDK, kita berdua mampir dulu di waring lontong seharga 5000-an. Maklum, masih dalam proses pengiritan. Menuju BDK masih jam  kurang 10. Tapi pas sampai disana teman yang lain termasuk pembimbingnya sudah ngumpul dan sudah mau dibariskan. Kami kira kami orang yang datang paling belakangan, ternyata masih ada beberapa yang datangnya lebih telat lagi. Bahkan ada yang sampai jam 9 lebih.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tidak Peduli Dimarahi Senior



Bekerja 10 bulan di Auto 2000 membuatku masih menjadi seorang junior kacang. Tapi kelakuanku sudah susah diatur. Membaca novel atau bermain internet membuatku kadang tidak mempedulikan orang lain ngomong, tidak terkecuali atasan.
“Itu toolbox merah punya siapa, Ndi?” Bang Tomel menanyakan sebuah toolbox yang tergeletak di lemari EM3. Agaknya dia lagi emosi. Dari nada bicaranya.

“Nggak tau, Bang.” Aku hanya menjawab singkat karena aku masih asyik membaca novel Rantau 1 Mutiara karangan Ahmad Fuadi. Novel yang sangat memotivasi diriku untuk bisa menjadi seperti karakter utama dalam cerita itu. Si Alif, laki-laki hebat yang berhasil mewujudkan impian bersekolah S-2 di Amerika dan hidup beberapa tahun disana bersama istri tercintanya, Dinara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gadis yang Polos

 Jam setengah 8 lebih sedikit aku sudah sampai di Balai Diklat Keuangan Medan (BDK). Aku dapat nomer antrian156 untuk mengantri tes wawancara -tahap terakhir untuk bisa menjadi mahawiswa di STAN-. Bisa menuntut ilmu di kampus STAN adalah cita-citaku dari dulu. Walaupun sekarang aku sudah bekerja di perusahaan ternama di Indonesia, tapi aku tetap menginginkan bisa bersekolah di sekolah yang memiliki ikatan kedinasan dengan Menteri Keuangan itu.

"Dilantai dua ya", petugas yang memberi nomer antrian kepadaku itu memberitahu. Padahal setelah aku tanya kepada calon mahasiswa yang sedang mengantri untuk diwawancarai juga, nomer antrianku itu wawancaranya di lantai satu. Tapi biarlah aku turuti aja di lantai 2. Lagian juga asyik di lantai dua Bisa melihat calon mahasiswa STAN lain yang sedang ikut test kebugaran.

Aku berdiri memandangi teman-teman yang berdatangan yang juga ingin tes wawancara -harusnya bukan teman, soalnya aku dari jawa, baru 10 bulan di Medan, tidak ada yang kukenal satu pun diantara mereka-. Tiba-tiba berdiri seorang gadis disampingku. Gadis itu memakai jilbab, manis, dan kelihatannya polos.

"Dapet nomer antrian berapa?" Aku memandangi wajah polos itu. Dia menunjukkan kertas yang berisi nomer antriannya. Nomer 160. Wahhh, berati dia masih dibelakangku.

Beberapa menit kami ngobrol ngalor ngidul. Dia setengah nggak percaya pas aku ngomong kalau asli anak Jawa dan sekolah di Jawa. Aku cerita kalau disini aku hanya anak perantauan. Aku bekerja di Astra Internasional - Auto 2000 - sudah hampir 10 bulan. Aku di Medan ngekos. Keluargaku ya teman-teman se-perantauan dari Jawa yang ngekos bersama. Dia adalah Pujakesuma. Puteri Jawa Keturunan Sumatera. Orang tuanya adalah orang jawa yang mahir bahasa jawa. Namun, gadis yang berdiri didepanku ini tidak bisa bahasa jawa. Yang tahu cuma kata : "Turu, Adus, Mangan". Kami tertawa tergelak. Teman-teman yang lain sepertinya iri dengan keakraban kami.

"Eh, kita belum kenalan lho..." Dia mengulurkan tangannya kearahku.
"Oiya, keasyikan ngobrol jadi lupa kalau kita belum kenalan. Andi"
"Dina"

Sebenarnya aku sudah tahu nama dia, bahkan nama panjangnya pun aku sudah tahu.  Di hari sebelumnya waktu tes kesehatan-kebugaran, dia tepat di nomer antrian didepanku. Diam-diam aku sudah memperhatikan dia. Dina terlihat sangat kelelahan ketika lari 12 menit jatahnya di jam setengah 2. Saat itu matahari benar-benar sangat terik dan menyengat kulit.

"Sholat duha yukkkk....!!!! Aku menebak kalau Dina tidak akan menolak untuk beribadah seperti ini kalau dilihat dari penampilannya yang memakai jilbab. Mencari perhatian gadis seperti ini ya dengan cara-cara yang berbau religius. Ternyata benar, dia mengiyakan ajakanku.

"Tapi, mukena Dina dibawa Ibu lho... Sebentar Dina ambil dulu diluar ya."

Aku dan Dina turun menyusuri tangga. Dina menuju pintu gerbang untuk mengambil mukena yang dibawa ibunya, Aku langsung ke mushala untuk sholat duha.

*****
Sepanjang hari Aku dan Dina ngobrol berdua. Kami mendapat giliran wawancara sekitar jam 5 lebih. Hampir 10 jam aku menunggu untuk diwawancarai. Aku menawari Dina makan siang bareng, tapi dia nggak mau. Alasannya Dina mau makan bareng ibunya. Aku iri melihat calon mahasiswa STAN lain yang dianter sama orang tuanya. Dikasih semangat, dibawakan bekal. Semantara aku. Keluargaku di seberang samudra. Mataku berkunang setiap melihat perhatian seorang ibu kepada anaknya. Aku benar-benar rindu ibuku.

"Kamu turun aja sana Ndi, ntar udah gilirannya kamu nggak tau lho...."

Berkali-kali Dina menyuruh aku turun ke lantai tapi aku abaikan. Aku masih ingin ngobrol berlama-lama dengan dia. Entah kenapa aku dan Dina bisa langsung akrab. Bahkan becanda lepas.

Untuk kesekian kalinya Dina menyuruh aku turun, akhirnya aku iyakan juga.

Hingga tiba giliranku untuk diwawancari jantungku berdegup kencang. Aku mencoba menenangkan diri. Mengingat apa saja yang bisa membuat aku menjadi tenang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS